Selasa, 03 Juli 2012
Keajaiban Hidup !!!
Namanya Riko Andrea Wardana.
Semua orang kenal dia, cowok berusia 12 tahun yang kehidupannya bak
raja kecil. Hidup dengan bergelimangan harta, orang tua konglomerat,
ditambah dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya yang berlimpah,
hidup Riko merupakan impian setiap orang. Papa
mama Riko sangat sayang terhadap Riko apapun yang Riko mau, dalam
sekejap orang tuanya dapat memenuhinya. Bahkan di ulang tahun yang
ke-10, Riko mendapatkan ipod, laptop, sekaligus berlibur ke Singapura
sebagai hadiah ulang tahunnya. Sungguh menarik menjadi Riko.
Namun disuatu malam Riko yang tak bisa tidur berjalan kearah
kamar kedua orang tuanya. Namun bukan ketenanggan yang Rikon temukan,
namun ternyata. “Mama ini selalu saja
menghabis-habiskan uang papa untuk arisan, belanja dan beli perhiasan
mahal seperti ini ? buat apa ma ? beli barang barang nggak berguna
seperti ini !”. BRUAK. Papa membanting kotak perhiasan mama. Dan itu
sukses membuat Riko yang dari tadi mendengar pembicaraan kedua orang
tuanya kaget setengah mati. “Papa sendiri kemana
saja selama ini ? Papa selalu bilang ada rapat inilah, dengan klien
itulah, padahal papa selama ini selingkuh dengan wanita lain, kan ?”
Mama pun berteriak sambil menangis. PLAAKK. Papa pun menampar mama.
“Papa berani menampar mama. Pokoknya mulai detik ini
mama mau berpisah sama papa.” Pipi mama pun memerah karma tamparan papa “Oke kalau begitu kita pisah!” Riko yang shock langsung berlari kemar dengan tumpahan air mata. Hati
Riko benar-benar sakit, melihat mamanya ditampar oleh papanya. Riko
menangis dan terus menagis, walaupun riko seorang laki laki, namun
tetaplah Riko hanya seorang anak kecil yang masih butuh kasih sayang.
Dan sejak malam itu Riko hidup dengan bayang bayang kelam.Keesokan
harinya…. “Riko sayang, kenapa sarapannya sedikit
banget, sih ? muka kamu kok kusut banget, tidur jam berapa tadi malam
?” mama bertanya dengan lembut seperti tak terjadi apa semalam.
“Papa mana, ma? Memang kalau berangkat sepagi ini ya?”
“Maaf mama gak tau sayang. Sejak mama bangun papa
udah gak ada. Mungkin ada klien penting atau ada rapat mendadak. Tumben
sekali kamu nanyain papa ? ada apa?” mama menjawab dengan cuek. Riko
yang jengkel dengan sikap mamanya tersebut lalu meninggalkan meja makan.
“Sayang kamu kenapa ? sarapannya kan belum
selesai. Kok langsung pergi ?” “Harusnya aku yang
tanya sama mama kenapa ? Kenapa papa sekarang jarang ada dirumah ?
Kenapa papa sama mama jarang pergi berdua ? dan KENAPA PAPA SAMA MAMA
BERANTEM TADI MALAM ? apa mama tau betapa sakitnya aku melihat…melihat
papa sama mama beratem seperti itu. ?” Riko pun tak kuasa menahan
tangis. Ia pun tak peduli lagi harga dirinya sebagai cowok yang katanya
pantang menangis. “Sayang kamu dengar…dengar
semuanya… mama bisa jelasin semuanya sayang.. ini demi kebahagian kita
semua…tolong ngerti.. Riko” “Ini semua buat
kebaikan mama sama papa.. BUKAN BUAT RIKO dan asal mama tau Riko kecewa
sama mama.” Riko pun meninggalkan mamanya yang
menagis sendirian di ruang makan. Riko berlari ke kamarnya lalu
membanting pintu kamar dan menguncinya. Riko tak pernah berfikir akan
bisa jadi sesedih ini. Meskipun hidup dengan bergelimangan harta. Namun
harta pun takkan bisa menyatukan kedua orang tuanya kembali. Riko sangat
sedih hingga ia mengurung dirinya sampai fajar kembali keperaduannya.
Setelah seharian belum makan, rasa lapar pun
dirasakan oleh Riko. Riko pun keluar mencari makanan di dapur. Namun
ditengah jalan menuju kedapur, Riko dipangil oleh kedua orang tuanya
yang kelihatannya sedang berbicara serius.
“Sayang kesini sebentar mama sama papa mau bicara sama kamu.” Riko pun
menurut. “Riko mama sama papa sudah setuju untuk
berpisah. Dan ini sudah mutlak. Dan mama mau, kamu milih mau tingal sama
mama di Bandung atau sama papa di Amerika.” Mama bertanya dengan tegas.
Tak ada nada sedih yang terdengar, dan itu membuat Riko semakin sedih.
“Tapi ma.. Riko mau tinggal sama kalian berdua.”
“Riko tolong jangan membantah. Ini sudah
keputusan mama sama papa.” Akhirnya papa yang sedari tadi diam ikut
membuka suara. “Oke kalu begitu aku memilih ikut
papa di Amerika.” 4 Tahun Kemudian… “Sayang…
kamu mau jelasin apa sama mama tentang raport mu ini… semuanya ga lebiih
dari 6. Mama selama ini
banting tulang sendirian di Bandung untuk kamu.”
Semenjak mama dan papanya berpisah 4 tahun lalu, Riko menjadi anak
yang amat sangat nakal. Semua nilainya turun drastis, bahkan dia sudah 2
kali di drop out oleh sekolah yang dulu. “Hah..
mama bilang banting tulang??? Banting tulang apanya, kerja mama Cuma
duduk dikantor yang megah sambil tanda tangan surat, udah kan...” Riko
berkata dengan cueknya lalu berjalan kearah kamarnya tanpa memperdulikan
mamanya. “RIKO…..RIKO….
KEMBALI…MAMA BELUM SELESAI BICARA SAMA KAMU… RIKO..”
BRUUAAAK. Riko pun membanting pintu kamar lalu menguncinya.
Riko memang saaaannggat kecewa dengan kedua orangtuanya.
Terutama dengan mamanya, yang telah melarangnya ikut bersama papanya
dan memaksa Riko tinggal di Bandung. Slama ini Riko berusaha membuat
mamanya jengkel kepadanya. Riko ingin mamanya menyerahkan dirinya kepada
papanya di Amerika. Segala cara tlah dicoba sampai sampai Riko sudah
pernah merokok, minum minuman keras, hingga menindik lidah dan
hidungnya. Namun sia sia. Jika Riko kesal yang dilakukannya adalah
menulis puisi. Jauh dilubuk hatinya Riko hanya ingin kedua orang tuanya
kembali. Seperti saat ini Riko menulis sebuah puisi. Kapan mereka bisa
kembali.Lelah diriku menjadi orang lain..Yang tegar bak besi baja..
Tiap kata yang tertulis tak mempu mengambil sebagian
sesalku... Sesal yang tak pernah berujung,,
Sesal yang tlah mengambil sebagian hidupku..Lelah
debgan semua ini ku terpaksa menangis,,Sudah cukup penderitaan ku,,Ku
masih saja munafik..Seolah ku tak butuk mereka..Berusaha cuek sambil
berandai andaii,,Berharap mereka tak tau penderitaan ku..
Tak ada yang tau slama ini Riko pandai menulis puisi dan cerita
singkat.Riko hanya menulis dengan sesuka hati di buku hariannya.
Sepulang Sekolah… “Riko, mama denger kamu
ngerokok di sekolah apa benar itu ?”Riko yang baru pulang sekolah
langsung dicegat mamanya diruang tamu. “Ooo..
mama sudah pulang…tumben?? Kenapa, perusahaannya hampir bangkrut ya. Ma
?” “ Riko, jaga mulut kamu,, apa yang kamu
lakukan ini tlah mencoreng nama baik mama, tau.” Riko sebenarnya sangat
terkejut mendengar perkataan mamanya. “Oke kalau
begitu Riko akan pergi dari rumah. Biar mama ga malu lagi punya anak
kayak Riko.” Riko pun berlari kekamarnya dan membereskan berberapa
barang-barangnya. “Selamat tinggal, Ma. Mungkin ini terakhir kalinya aku
muncul dihadapan mama.” Riko pun berlalu dihadapan mamanya.
“Riko kembali… mama minta maaf sayang…Riko..”
Teriak sekencang apapun tak mampu mengaobati sesal dan kecewa
di hati Riko kepada mamanya. Sepanjang perjalanan Riko pun tak tahu mau
kemana. Kenapa mama seperti itu. Kenapa mama sama
papa pisah. Tak tahu kah mereka aku sangat kesepian? Sendirian
dijalannan, terombang ambing tak tahu mau kemana. Riko berkata dalam
hati. Kesal yang dirasakannya saudah tak terbendung lagi.
Setelah berjalan sepanjang siang, Riko pun memilih beristirahat
di toko sederhana di pinggir jalan. Karna Riko tak mempunyai uang
banyak, riko hanya beli air mineral.
“Hmm...hmm…mbak beli airnya satu yah? Boleh numpang istirahat sebentar
disini..” Riko sempat terbata bata karna tak disangka ternyata
penjualnya adalah gadis seusia Riko yang mengalamai tuna netra.
“ Maaf mas sepertinya sedang kabur dari rumah ya ?” gadis
buta tersebut berusaha membuka pembicaraan setelah lama saling berdiam
diri. “ Kok mbak tahu ? mbak kan….”
“Saya tahu saya buta. Tapi saya masih bisa melihat dengan mata
hati saya. Maaf kalau boleh tahu, kenapa ya mas kabur dari rumah ?
Malah sepertinya mas ini orang kaya ya? Maaf lho mas kalau saya lancang
.” “ Tidak papa kok mbak. Kenal kan saya Riko,
saya memang kabur dari rumah. Orang tua saya berpisah, saya kecewa
dengan mereka.” Riko pun bercerita tentang kisah hidupnya.
“Saya Ira. Riko kamu masih beruntng. Tak seperti saya, orang
tua saya sengaja membuang saya karna saya buta sejak kecil. Oh ya.. kamu
sudah punya tempat tinggal untuk hari ini. Kebetulan di sebelah panti
tempat saya tinggal ada kost-an murah. Mungkin kalau berminat.” Ira pun
dengan senang hati menawari Riko tempat tinggal.
“Hmm.. boleh.. kapan kamu antarkan saya kesana ?”
“Maaf saya harus masih menjaga dagangan saya. Mungkin nanti sore.
Bagaimana ?” “Baikalah kalau begitu. Bagaimana
kalau saya membantu kamu berjualan?” “Boleh,,”
Riko pun menemani Ira berjualan. Dengan cepat
mereka akrab satu sama lain. Saling menceritakan kehidupan
masing-masing, bercanda tawa, hingga Riko pun melupakan kesedihannya.
Matahari telah turun. Kembali ke peraduannya.
Meninggalkan seberkas cahaya bak emas yang berkilau di langit biru.
Semua kembali dari kehidupan penuh peluh dan sesak menuju rumah masing
masing dengan berbagai perasaan yang ada. Begitu pula dengan Ira dan
Riko yang seharian ini berjualan, dengan perasaan ceria mereka
menyusuri jalanan yang ada. Akhirnya tibalah mereka di kost-an yang akan
menjadi tempat tinggal untuk Riko. “Bagaimana ?
kira-kira kamu betah tidak tinggal disini, Rik ?” tanya Ira.
“Betah kok. Oh ya, panti kamu dimana ?”
“Masa’ ga kelihatan sih ? jaraknya sekitar 50 meter dari sini. Ya
sudah kalau begitu aku pulang dulu, Rik.” Ira pun berpamitan kepada Riko
.”Daaaghh..” Keesokan harinya… “Riko…Riko…Ira
nih….” “Ooo Ira. Masuk aja. Bawa apa itu ?
makanan ya ? wahh kebetulan aku belum sarapan nih.” Riko pun keluar
untuk melihat siapa yang datang pagi pagi seperti ini.
“Makasih. Aku bawa makanan dari ibu panti. Lumayan kan, kamu bisa
ngirit pengeluaran. He..he..he…” “Kamu tau aja
kalau aku bawa uang pas pas-an. Kita makan dimana nih ?” Tanya Riko.
“Bagaimana kalau kita makan di tempat kita jualan. Sekalian kita
berjualan ?” Ira pun menyampaikan idenya. “Boleh.
Kalu gitu c’mon. aku sudah lapar.” Sepanjang
perjalanan mereka bercanda tawa. Tak ada guratan sedih diwajah mereka,
terutama di wajah Riko. Walaupun Riko mempunyai orang tua konglomerat,
namun Riko terlihat nyaman bersahabat dengan Ira. Begitu pun sebaliknya,
meskipun Ira buta, ia tak terlihat canggung bermain, bercanda tawa,
maupun bersahabat dengan Riko. Sehari dua
hari, sebulan dua bulan, Riko dan Ira bak adik dan kakak. Riko pun sering main dipanti, membantu Ira berjualan, bahkan membantu Ira mengajar anak anak di panti. Suatu
hari Ira menemukan buku harian Riko, tempat Riko menulis puisi, cerpen
cerpen, hingga kisah hidupnya. “Eits…buku ini
jangan dibuka ya, Ra.” Riko melarang Ira mengambil buku hariannya.
“Memang ada apanya sih ? Buat orang penasaran aja.”
Kata Ira kesal. “Ada berberapa puisi sama
berberapa cerpen, tapi ga bagus bagus banget kok.”
“Bacain donk! Please.. penasaran nih. Kita kan sahabat.” Ira pun
memohon “Oke. Tapi jangan ketawa kalau cerpennya
jelek, janji ya.” Ira pun mengangguk dengan senang.
Mulailah Riko membacakan berberapa cerpen yang dibuatnya di kala
sedih. Dibacanya dengan serius cerpen tulisan tangannya. Sunyi. Hening
tak ada suara lain selain suara Riko yang membaca dengan cerpen dengan
menarik. Tak ada tawa yang ditakutkan Riko. Hanya wajah serius yang
tampak diwajah Ira. Tak lama kemudian Riko selesai membacakan cerpen
karangannya tersebut. “Bagaimana cerpennya ?
jelek ya ? kok dari tadi diam terus ?” setelah selesai membaca Riko
memberi Ira berbagai pertanyaan. “Kamu bercanda ya ? ini cerpen terbagus yang pernah ku dengar. Beneran ini kamu yang buat ? berarti kau hebat banget dong. Eh,
bagaimana kalau puisi juga cerpen kamu kita kirim ke majalah. Lumayan
kan kalau keterima, sama sekalian cerpennya juga ya?”
Mengirim puisi dan cerpen ke majalah, salah satu ide cerdas yang
tak pernah terpikirkan oleh Riko. Apalagi uang Riko mulai menipis. Walau
dengan ragu, akhirnya Riko menyetujui ide Ira.
“Tapi, aku malu, bagaimana kalau tidak diterima?” Riko pun meragu.
“Kita coba dulu. Kalau ditolak, kita tetap berusaha.
Udah deh, jangan ragu, besok kita kirim puisi juga cerpenmu.” Ira
mencoba memberikan harapan untuk Riko. “Ehm..
baiklah.” Riko pun memutuskan walau sedikit ragu.* * *
Keesokan harinya, sesuai janjinya pada Riko. Ira pun bersedia
menemani Riko mengirim puisi dan cerpen ke salah satu redaksi majalah
remaja. “Duh.. bagaimana ni, Ra ? aku takut
cerpen dan puisiku ditolak.” “Sudahlah, Rik, yang
penting kita sudah melakukan yang terbaik. Ya, semoga aja puisi dan
cerpenmu diterima.” Disaat seperti inilah Ira sangat dibutuhkan oleh
Riko, saat dia ragu, Ira selalu memberi semangat, dan saat dia susah,
Ira datang dengan harapan baru, menghapus awan hitam yang selama ini
menyelimuti Riko. Tak heran kalau Riko terlihat lebih ceria, dan bisa
melupakan masa lalu kelamnya. Dua minggu tlah
berlalu, dan belum juga ada balasan dari pihak redaksi majalah. Harapan
Riko pun semakin lama semakin menipis, bahkan Riko hamper melupakan
puisi dan cerpennya. Namun
suatu hari. “Ira…ira…”
“Ada apa sih, Rik, pagi pagi kok sudah ada di panti ?” Ira pun heran
kenapa pagi pagi seperti ini Riko sudah ada di pantinya.
“Tadi kata ibu
kost ku, ada kiriman untuk aku dari pos. Dan kamu tau apa itu ?Ini
bingkisan dari redaksi majalah tempat kita mengirim puisi sama cerpen,
jadi…. puisi dan cerpenku diterima…” terang Riko
“Ahhh…. Yang benar ? wahh kamu hebat dong, makanya kamu harus percaya
diri untuk mencapai sebuah kesuksesan. Oh ya bagaimana kalau kamu juga
buat novel. Nanti aku bantu ngetik deh naskanya. Lalu kita kirim ke
penerbit.” “Duh.. bagaimana kalau ke beberapa
Koran dulu, deh. Kalau ke penerbit bukannya terlalu cepat ya ?”
“Oke deh”* * * Meskipun uang
yang didapat tak seberapa namun uang tersebut cukuplah untuk menyambung
hidupnya sehari hari. Dan lagipula Riko suka menulis puisi
“Eh, Rik ? kamu sudah mengirim cerpen mu kemana mana, berarti
tingga ke penerbit dong ? Mungkin saja bukumu nanti jadi best seller ?”
Hari ini Ira menemani Riko mencari ide untuk cerpen selanjutnya.
“Tapi aku nggak yakin, lagipula menulis novel ataupun
teenlit itu tak mudah. Harus punya banyak ide.” Riko ragu dengan ide
Ira. “Kamu bisa nulis apa saja kan, lagipula aku
kan bantuin kamu.” Tawar Ira. “Oke deh aku coba.
Makasih yah kamu sudah jadi penyemangatku.” Akhirnya Riko menyetujui
pendapat Ira. Berberapa minggu selanjutnya Riko
dan Ira sangat lah sibuk. Setiap hari setelah Riko menemani Ira
berjualan, gantian Ira lah yang harus menemani Riko menulis naskah
novelnya. Genap 3 bulan, akhirnya Riko dapat menyelesaikan novelnya.
“Huh, akhirnya selesai juga. Oh, ya Ra, tadi aku
lihat ada pengumuman lomba menulis novel. Bagaimana, sebelum ke penerbit
mendingan kita coba dulu ikutin lomba novel itu, kalau novel ini bisa
menang, berarti kemungkinan besar novel lainnya bisa diterima di
penerbit, menurut mu ? “Ide kamu bagus. Kapan
lombanya dimulai ?”kali ini ide Riko cukup bagus. Dan Ira pun menyutujui
ide Riko. “Kayaknya jum’at depan deh, kamu ikut
aku kan ? “Pasti.”* * *
Sesuai dengan janjinya, Ira menemani Riko mengikuti lomba membuat novel.
Dan setelah menunggu sekitar satu minggu pengumuman pemenang pun
diumumkan. Dan tak disangka sangka ternyata novel karya Riko masuk dalam
jajaran para pemenang. Rasa senang bercampur terharu jelas dirasakan
oleh Riko. “Ira.. Ira.. lihat aku menang, Ra, aku
menang..” “Benarkah ? wahhh selamat ya, Rik,
kamu memang jago kalau soal nulis menulis. Hadiahnya apa Rik ?” Ira pun
ikut senang melihat sahabatnya berhasil.
“Hmm..biar aku lihat. Waw! Keren! Biar aku bacakan ya, Ra. Tiap
pemenang akan mendapatkan masing masing uang tunai dan kesempatan untuk
menerbitkan 3 buku. kebetulan nih. Kesempatan buat aku.”* * *
Riko pun semakin sibuk dengan kegiatan menjadi penulis. 2
bukunya sudah, diserahkan ke penerbit, bahkan salah satunya sudah
dijual dipasaran. Riko punya keinginan baru, yaitu ia ingin menulis
kisahnya mulai dari ia masih bersama orang tuanya hingga ia seperti
sekarang ini. “Ra, suatu saat nanti boleh tidak
aku ingin menulis kisah persahabatan kita ? aku ingin semua orang tahu,
bahwa sahabat dapat membantu kita disaat apapun, boleh kan ?”
“Terserah kamu, Rik. Mau seperti apapun kisah yang akan
kamu tulis, aku akan selalu membantu kamu.”
“Makasih ya, Ra, kamu sudah mau membantu aku selama ini, sampai aku jadi
seperti ini.” Ira pun hanya tersenyum, entah mengapa hari ini Ira
gelisah sekali, ia takut hadapi hari esok.* * *
“Ra, Ira, aku punya kabar bagus banget. Tadi pagi aku dapat telpon dari
pihak pernerbit, katanya buku aku best seller. Dan nanti malam aku
dapat penghargaan karna buku aku, buku terlaris dalam waktu tersingkat.
Kamu besok mau datang kan ? Memang tak disangka
ternyata novel karya Riko pun layak dipasaran, bahkan bisa cepat laku
hingga menjadi best seller. Berawal dari anak broken home yang super
bandel, lalu pergi meninggalkan orang tua, bersahabat dengan gadis buta,
ikut berjualan di pinggir jalan, hingga menjadi penulis, sungguh alur
kehidupan yang tak pernah disangka oleh Riko.
“Aku usahain datang, tapi aku belum bisa janji sama kamu. Soalnya aku
kurang enak badan.” Jawab Ira sekenanya. Hari ini Ira tak ingin keluar,
entah apa yang ia takutkan, tapi sungguh ia sangat gelisah.
“Ira… kamu harus datang dong, selama ini kan kamu yang selalu
ada bantuin aku. Giliran sekarang aku sudah nyaris berhasil, kamu nggak
ada di sampingku. Please..!” Riko pun memohon agar Ira datang.
“Ya sudah, nanti aku datang, tapi nanti kamu duluan saja.
Nanti aku menyusul.” Karna tak tega Ira pun meyetujuinya.
“Tapi Ra, kamu kan..” “Kenapa ? buta ?
meskipun aku buta, tetapi bukan berarti aku tak bisa mandiri kan ? kamu
percaya saja sama aku.” “ Ya sudah, aku pulang
dulu mau siap siap. Sampai nanti”* * * “Duh..
Ira mana sih ? sebentar lagi acaranya mau dimulai ?” Sudah hampir
setengah jam Riko menunggu di halaman gedung, namun Ira tak menunjukkan
batang hidungnya. Riko sangat gelisah, bukan karna Ira buta, namun
rencananya nanti seusai acara, Riko akan menyatakan perasaannya bahwa ia
sangat menyayangi Ira. Namun berberapa menit kemudian.
“Itu Ira.. Ra…disini.. kamu denger suaraku kan ?” Namun tak
disangka sangka Tiba tiba saat Ira menyebrang, datang mobil dengan
kecepatan tinggi. “Akhh… Ira AWAASS….. mobil,
ra…” CIAAATT…. Bruaaakk… Teriakan Riko pun tak dapat menghentikan
kecelakaan tersebut. Tubuh Ira terpental dan jatuh menabrak pembatas
jalan. Tubuh Ira penuh luka dan berdarah darah. Ira pun tak sadarkan
diri. “IRAAA…. IRAA.. Ira kenapa ? Bangun ,Ra
Bangun, Sadar!! semuanya… jangan diam saja… panggil ambulan… Cepat!! Ra…
bangun, Ra” Riko pun terus berusaha membangunkan Ira.
“Uhuuk hhmm…Rik…Riko..” Ira sadar lalu memanggil nama Riko.
“Iya.. Ra ini aku..sabar ya, Ra. Ambulan Sebentar lagi datang..” “Riko…
kamu nggak perlu repot repot, misi ku didunia ini kan sudah berhasil.
Maaf yaa, aku nggak bisa menemani kamu hari ini. Meskipun begitu hidupmu
harus tetap berjalan, ada atau nggak ada aku.” Kata kata Ira bukan
membuat Riko semakin tenang malah semakin panik. Karna setelah itu Ira
langsung tak sadarkan diri. “IRAAA… jangan
tinggalkan aku, Ra… IRA…” Ira pun terlelap selamanya. Takkan ada lagi
canda tawa Ira, takkan ada lagi sindiran Ira, semuanya lenyap dimakan
waktu. Sudah dua bulan lebih, Riko hidup tanpa
Ira. Riko pun berubah dratis. Senyum Riko pun tak pernah tampak.
Kebanyakan hidup Riko diisi dengan berdiam diri melamun di kamar kost
nya. Riko pun tak lagi menulis, buku terakhirnya adalah novel yang ia
adaptasi dari kehidupannya, bersahabat dengan Ira selama ini. Bahkan
novel itu belum sempat Ira baca. Selama setengah
tahun Riko hidup dibawah bayang bayang Ira. Dan itu membuat Riko
mengalami depresi kuat, sehingga tak lama kemudian Riko meninggal karna
depresi. Namun ironisnya, novel terakhir Riko baru meledak dipasaran
setelah Riko meninggal dunia. Kata
kata Ira yang sangat Riko ingat adalah, you can make the magic, if you
believe you can do. Dan kata kata itu lah yang membuat Riko semangat,
bahwa ia bisa membuat keajaiban di hidupnya. Selama ini tak ada yang
menyangka seorang gadis buta, seperti Ira, bisa membuat sebuah keajaiban
hidup untuk seorang anak konglomerat, seperti Riko.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar