Kamis, 15 Oktober 2015

Kenaikan Dollar yang hampir 15.000

Fenomena lemahnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belakangan menarik untuk diikuti. Dalam perdagangan internasional, kurs mata uang dapat dimaknai sebagai perbandingan nilai antar mata uang. Setiap negara pasti menginginkan nilai mata uangnya stabil terhadap mata uang negara lain, tak terkecuali Indonesia. Namun, untuk mencapai hal tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan karena kuat atau lemahnya nilai tukar mata uang tidak hanya ditentukan oleh kondisi dan kebijakan ekonomi di dalam negeri, tetapi juga kondisi perekonomian negara lain yang menjadi mitra dagangnya serta kondisi non-ekonomi seperti keamanan dan kondisi politik.
Nilai kurs dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan (EconEdLink). Oleh karena itu, muncullah istilah apresiasi dan depresiasi. Apresiasi adalah menguatnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain yang ditentukan oleh mekanisme pasar, sedangkan depresiasi adalah melemahnya nilai mata uang suatu negara terhadap negara lain yang ditentukan oleh mekanisme pasar.
Saat ini, terjadi fenomena kurs rupiah terhadap dolar AS yang sudah sepatutnya kita kaji penyebabnya. Terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dolar AS memang bukan hal yang baru dalam sejarah kurs rupiah. Namun, yang membuat fenomenal adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar sudah mencapai 13 ribuan. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, pemerintah telah bekerjasama dengan Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap asing  yang dampaknya akan dapat terlihat langsung maupun tidak. Selain nilai rupiah yang dianggap sudah tidak wajar, kurun waktu melemahnya pun patut diperhatikan.

Penyebab
Adapun penyebab melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal maupun internal perekonomian. Faktor eksternal yang paling umum diketahui adalah perekonomian AS yang setahun belakangan semakin membaik. Sejumlah indikator memang telah menunjukan hal tersebut. Pertumbuhan ekonomi AS terakhir mencapai 2,5% atau lebih tinggi daripada ekspektasi 2%. Sementara inflasi hanya 1,6%. Bahkan, pada Januari 2015 terjadi deflasi (inflasi negatif), yakni -0,1%. Inflasi di AS dikatakan baik jika tidak lebih dari 2%. Meski sebelumnya AS melakukan kebijakan quantitative easing(mencetak uang untuk dibelikan surat berharga pemerintah AS sendiri), tetapi inflasi AS tidak meningkat karena dolar AS beredar ke seluruh dunia, tidak cuma di AS. Akibatnya, efek inflasinya tidak begitu besar, bahkan hampir tidak ada.
Tingkat pengangguran AS juga menurun dengan tajam hingga level sekarang 5,7%. Memang belum berada pada level ‘normal’ 4%. Namun, kondisi sekarang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan saat krisis subprime mortgage yang memuncak pada 2009-2010. Data penjualan mobil, salah satu indikator untuk mendeteksi tingkat kesehatan perekonomian AS, juga memberi konfrimasi yang sama. Penjualan mobil di AS pada Februari 2015, lebih tinggi hingga 9% jika dibandingkan dengan Februari 2014. Di sepanjang 2014, penjualan mobil mencapai 16,5 juta unit. Hal tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap nilai rupiah saja, tetapi juga terhadap mata uang negara lain sehingga kurs beberapa mata uang negara lain pun ikut terdepresiasi dalam beberapa bulan terakhir.

Akibat
Dampak dari melemahnya rupiah terhadap dolar AS juga mulai dirasakan. Mulai dari menaiknya gaji dalam bentuk dolar AS menjadi meningkat, ada jugadampak yang langsung terasa saat kurs rupiah melemah adalah kenaikan harga barang-barang impor. Sebagian besar perdagangan luar negeri Indonesia dijalankan dengan perantaraan dolar AS, sehingga mahalnya dolar AS akan membuat harga barang impor juga makin mahal, semakin memberatkannya hutang negara dan swasta. Selain dampak negatif yang banyak dirasakan karena pelemahan rupiah ini saja juga dampak positifnya dirasakan oleh sektor industri pariwisata karena sebagian besar wisatawan jadi lebih memilih pariwisata domestik.
Secara keseluruhan, dampak melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS ini lebih banyak negatifnya dibandingkan positifnya. Dalam teorinya, depresiasi menjadikan harga produk relatif lebih murah bagi negara lain. Sebagai ilustrasi, 1 dolar AS setara dengan Rp10.000,00 dan 10 butir kelereng berharga Rp10.000,00. Kemudian, rupiah terdepresiasi oleh dolar AS sehingga 1 dolar AS sama dengan Rp11.000,000. Dengan demikian, jika pedagang kelereng di AS mengimpor kelereng, dengan mengeluarkan satu dolar pedagang tersebut dapat memperoleh lebih banyak kelereng. Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa dengan terdepresiasinya nilai rupiah terdapat peluang harga produk ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif sehingga dapat meningkatkan pendapatan dari sektor ekspor. Namun kenyataannya, dampak tersebut belum terlalu berpengaruh bagi Indonesia. Nilai ekspor Indonesia sejak terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dolar AS belum mengalami peningkatan secara signifikan, bahkan sempat mengalami penurunan pada November 2014 dan Januari 2015.

Simpulan dan Saran
Melemahnya milai tukar rupiah terhadap mata AS ini di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Timbulnya faktor eksternal tersebut dipengaruhi karena semakin kuatnya perekonomian AS sendiri sehingga menimbulkan semakin kuatnya nilai mata uang dolar yang berimbas juga pada perekonomian internasional dan nilai mata uang di Dunia. Dalam hal ini pemerintah seharusnya memberikan kebijakan yang dapat menstabilkan mata uang rupiah lagi. Dengan menaikan suku bunga acuan juga dinilai jurus paling ampuh untuk mengatasi pelemahan rupiah oleh BI. Amerika juga akan menaikkan FFR seiring dengan semakin membaiknya perekonomian Amerika sehingga menyebabkan banyaknya peralihan asset investasi ke Amerika yang lebih dianggap menguntungkan. Selain dari sisi moneter, pemerintah juga dapat melakukan intervenssi dalam bidang fiskal dengan mengurangi defisit anggaran.
Pada dasarnya pelemahan rupiah kali ini cenderung memiliki banyak dampak negatifnya. Meskipun secara teori depresiasi kurs mata uang dapat meningkatkan pendapatan negara di sektor Ekspor, kenyataannya tidak demikian karena harga barang komoditas sedang mengalami penurunan permintaan.
Meskipun faktor dari luar lebih dominan dalam melemahnya kurs rupiah terhadap dolar ini, pemerintah juga harus segera mencari solusi bagaimana mengatasi defisit pada pendapatan primer Indonesia. Besarnya jumlah investor asing sebesar 64% dan 50% dalam menguasai pasar saham dan reksadana di Indonesia harus segera diminimalkan. Pemerintah juga dapat melakukan capital control secara ketat.Capital control dapat diartikan sebagai usaha pemerintah dalam mengendalikan aliran modal, baik yang masuk, maupun keluar.Hal ini perlu dilakukan karena saat ini aliran keluar masuk modal sangat bebas dan lebih banyak digunakan oleh investor asing untuk memanfaatkan keuntungan dari berinvestasi di Indonesia. Namun, seperti apapun kebijakan yang dibuat, harus didukung dengan kapasitas lembaga yang mumpuni.
 
Sumber
EconEdLink. Exchange Rates and Exchange: How Money Affects Trade. Diakses dari: http://www.econedlink.org/lessons/index.php?lid=342&type=student/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar